BAB
I
PENDAHULUAN
Ketahanan
Kehidupan keluarga dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang mengacu pada
keutuhan manusia indonesia, dalam realitasnya “sedang dalam proses menjadi”.
Pada
hakikatnya manusia hidup
dalam dua eksistensi psikologis, yaitu di satu pihak maanusia adalaah makhluk
sosial yang dituntut menyesuaikan diri pada berbagai situasi berkenaan dengan
kepentingan bangsanya, lingkungan dan alamnya, yang berakar dari golongan untuk
mempertahankan diri, pihak lain di tuntut dari padanya kemandirian dan kemampuan
berkarya yang bermula dari dorongan mencipta, suatu kecenderungan yang bersifat
mengusahakn diri, yang merupakan diri setap organisme yang berupaya
meangsungkan hidupnya. Keutuhan manusia tersebut juga menunujukan bahwa manusia
makhluk sosial selalu berupaya mempertahankn apa yang sudah ia miliki dan
mencari pengkuan dan penghargaan terhadap prestasinya. Di sisi laain, manusia
sebagai makhluk individu ia terus-menerus ingin mewujudkan dirim, maju,
memiliki ambisi serta upaya mewujudkan cita-citanya.
BAB
II
ASPEK
PERKEMBANGAN SOSIAL
I. PENGERTIAN DAN PROSES
SOSIALISASI
Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung
pada perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh
dan berkembang, serta usia dan tugas perkembangannya. Dan setiap masyarakat
memiliki standar tuntutan masing-masing.
Belajar hidup
bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut:
1.
Belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Agar dapat diterima dalam
kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus
menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
2.
Memainkan
peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah ditentukan dan dapat
diterima oleh para anggota kelompok.
3.
Perkembangan
sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus
menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat
melakukannya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik
dan diterima sebagai anggota kelompok.
Apabila peserta didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi
tersebut, maka ia dapat berkembang menjadi orang yang nonsosial (perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asosial (tidak mengetahuui tuntutan
kelompok sosial terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap permusuhan dan melawan standar dalam kelompok
sosial).
Ada beberapa hal yang
mempengaruhi sosialisasi peserta didik, yaitu:
1.
Kesempatan
dan waktu untuk bersosialisasi. Semakin bertambahnya usia, anak semakin
membutuhkan kesempatan dan waktu yang lebih banyak untuk bergaul dengan
orang-orang sekitarnya.
2.
Kemampuan
berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang
dewasa lain.
3.
Motivasi
peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Jika peserta didik mendapat
kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan orang lain, maka peserta didik
akan cenderung mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya,
jika peserta didik tidak atau kurang puas maka peserta didik akan cenderung
bergaul dengan orang lain.
4.
Metode
belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar
sosialisasi melalui kegiatan bermain yang menirukan orang yang diidolakannya,
maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut.
Salah satu hal
penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi
perkembangannya dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja
dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap.
Pengalaman
sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai
pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok
sosial.
Ada
duapuluh karakteristik yang menggambarkan individu dengan penyesuaian diri
terbaik, yaitu:
1.
Dapat
menerima dengan baik tanggung jawab sesuai dengan usianya
2.
Menikmati
pengalaman nya
3.
Mau
menerima tanggung jawab sesuai dengan peran nya. Apakah itu peran sebagai
anggota kelompok, murid di sekolah atau sekedar peran kakak terhadap adiknya.
4.
Mampu
memecahkan masalahnya dengan segera
5.
Dapat
melawan dan mengatasi hambatan untuk segera bahagia.
6.
Mampu
membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum
7.
Tetap
pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah
8.
Merasa
puas dengan kenyataan
9.
Dapat
menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tindak untuk melarikan diri
10. Belajar dari kegagalan tidak
mencari alas an untuk kegagalan nya
11. Tahu bagaiman harus bekerja pada
saat kerja dan bermain dan pada saat main
12. Dapat berkata tidak pada situasi
yang mengganggu nya
13. Dapat berkata ya pada situasi
yang membantunya.
14. Dapat menunjukkan kemarahan
ketika terluka atau merasa haknya diganggu
15. Dapat menunjukkan kasih sayang
16. Dapat menahan sakit dan frustasi
bila di perlukan
17. Dapat berkompromi ketika
mengalami kesulitan
18. Dapat mengonsentrasikan energinya
pada tujuan
19. Menerima kenyataan bahwa hidup
adalah perjuangan yang tak ada habisnya
20. Untuk menjadi individu dengan
penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu
menerima dirinya. Untuk itu sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis
terhadap diri dan kemampuan nya
II. PERANAN KELOMPOK DAN PERMAINAN
Kelompok atau geng memegang peran penging dalam perkembangan
sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah
semakin menjadi lebih luas, dari yang semula terbatas di lingkungan keluarga
dan sekitar rumah dengan lingkungan sosial di sekolah.
Pengaruh
kelompok terhadap anak:
·
Membantu
anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara
sosial dalam kelompoknya.
·
Membantu
anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi
atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai
“kata hati” yang otoriter.
·
Mempelajari
sikap sosial yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara
menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
·
Membantu
kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan
dengan teman-teman sebaya.
Permainan
atau bermain merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil
akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
apalagi kewajiban.
Melalui
kegiatan bermain, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu.
Permainan setidaknya memiliki empat manfaat:
1)
Latihan
fungsi, guna melatih motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan
permainan dengan bola besar. Melaui permainan puzzle, anak selain berlatih motorik halus, juga berlatih fungsi
kognitif menghubungkan potongan gambar dengan benar.
2)
Sarana
sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama dengan
teman lain, dan saling pijam-meminjam alat permainan.
3)
Mengukur
kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan seperti perlombaan lari
cepat, dan permainan olahraga.
4)
Menempa
emosi/sikap melaui kegiatan untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap
positif.
Mengingat
pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru atau orang dewasa lainnya, yaitu:
·
Sebaiknya
tidak mengganggu anak yang sedang asik bermain.
·
Memberi
kesempatan dan ruang barmain yang cukup kepada anak.
·
Memilihkan
alat permainan yang memungkinkan anak menjadi kreatif.
·
Mendampingi
dan membimbing anak ketika bermain.
·
Menjaga
keseimbangan aktivitas bermain dengan istirahat, makan, dan belajar.
III. PENYESUAIAN SOSIAL
Penyesuaian
sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang
lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990).
Kriteria
penyesuaian sosial yang baik, yaitu:
·
Tampilan
nyata, di mana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi
harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
·
Penyesuaian
diri terhadap berbagai kelompok, di mana anak dapat menyesuaikan diri bukan
hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi
juga dengan kelompok lain.
·
Sikap
sosial, di mana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain,
serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
·
Kepuasan
pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan
dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota
kelompok.
·
Untuk
memenuhi kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak
yang mencari teman imajinasi/khayalan sebagai teman pengganti, memelihara hewan
piaraan, dan secara negatif dengan
membeli penerimaan sosial.
IV. BENTUK-BENTUK PENYESUAIAN
SOSIAL
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak
mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan
(Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai
menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau
sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)
maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa
frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit,
menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi
agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika
orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin
memingkat.
3. Berselisih
(Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif,
menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang
digodanya.
5. Persaingan
(Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu
persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin
baik.
6. Kerja sama
(Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini
mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga
tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku
berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,
meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri
sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk
menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan
dirinya.
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor
yaitu :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika
berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,
memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan
mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi
dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak
hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan
emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh
karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak.
BAB
III
KESIMPULAN
Salah
satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial
awal bagi perkembangan dan peilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa
remaja dan dewasa. Pengalamam sosial awal cenderung menetap. Mempelajari sikap
dan perilaku sosial dengan baik atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan
memudahkan atau menyulitkan perkembangan sosial anak selanjutnya.sikap sosial
yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Anak
yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan
sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat
permainannya.
Pengalaman sosial awal juga mempengeruhi
partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik
cendrung lebih aktif dalam kegiata kelompok sosial. Perkembangan sosial
sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain agar
dapat bertahan hidup. Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode
anak akhir, mereka mulai membentuk kelompok bermain yang dapat berkembang
menjadi kelompok belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak mengenai peran
kelompok dan permainan.
DAFTAR PUSTAKA
Semiawan, Conny R.
2009. Penerapan Pembelajaaran Pada anak.
Jakarta : PT.Indeks.
Nugraha, Ali dan
Rachmawati Yeni. 2004. Metode
Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta : Universitas Terbuka.
Kurnia, Ingridwati.
2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik.
Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar