"Man Shabara Zhafira"

“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. [Imam Al-Ghazali]

Sabtu, 21 Juli 2012

Makalah Aspek Perkembangan Sosial


BAB I

PENDAHULUAN

Ketahanan Kehidupan keluarga dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang mengacu pada keutuhan manusia indonesia, dalam realitasnya “sedang dalam proses menjadi”.
Pada hakikatnya manusia hidup dalam dua eksistensi psikologis, yaitu di satu pihak maanusia adalaah makhluk sosial yang dituntut menyesuaikan diri pada berbagai situasi berkenaan dengan kepentingan bangsanya, lingkungan dan alamnya, yang berakar dari golongan untuk mempertahankan diri, pihak lain di tuntut dari padanya kemandirian dan kemampuan berkarya yang bermula dari dorongan mencipta, suatu kecenderungan yang bersifat mengusahakn diri, yang merupakan diri setap organisme yang berupaya meangsungkan hidupnya. Keutuhan manusia tersebut juga menunujukan bahwa manusia makhluk sosial selalu berupaya mempertahankn apa yang sudah ia miliki dan mencari pengkuan dan penghargaan terhadap prestasinya. Di sisi laain, manusia sebagai makhluk individu ia terus-menerus ingin mewujudkan dirim, maju, memiliki ambisi serta upaya mewujudkan cita-citanya.







BAB II
ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI
            Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung pada perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh dan berkembang, serta usia dan tugas perkembangannya. Dan setiap masyarakat memiliki standar tuntutan masing-masing.
            Belajar hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut:
1.      Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Agar dapat diterima dalam kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
2.      Memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah ditentukan dan dapat diterima oleh para anggota kelompok.
3.      Perkembangan sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat melakukannya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok.

Apabila peserta didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut, maka ia dapat berkembang menjadi orang yang nonsosial (perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asosial (tidak mengetahuui tuntutan kelompok sosial terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap permusuhan dan melawan standar dalam kelompok sosial).




Ada beberapa hal yang mempengaruhi sosialisasi peserta didik, yaitu:
1.      Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi. Semakin bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu yang lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang sekitarnya.
2.      Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
3.      Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Jika peserta didik mendapat kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan orang lain, maka peserta didik akan cenderung mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika peserta didik tidak atau kurang puas maka peserta didik akan cenderung bergaul dengan orang lain.
4.      Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain yang menirukan orang yang diidolakannya, maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut.

Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangannya dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap.
            Pengalaman sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok sosial.
Ada duapuluh karakteristik yang menggambarkan individu dengan penyesuaian diri terbaik, yaitu:
1.      Dapat menerima dengan baik tanggung jawab sesuai dengan usianya
2.      Menikmati pengalaman nya
3.      Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan peran nya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekedar peran kakak terhadap adiknya.
4.      Mampu memecahkan masalahnya dengan segera
5.      Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk segera bahagia.
6.      Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum
7.      Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah
8.      Merasa puas dengan kenyataan
9.      Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tindak untuk melarikan diri
10.  Belajar dari kegagalan tidak mencari alas an untuk kegagalan nya
11.  Tahu bagaiman harus bekerja pada saat kerja dan bermain dan pada saat main
12.  Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggu nya
13.  Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.  Dapat menunjukkan kemarahan ketika terluka atau merasa haknya diganggu
15.  Dapat menunjukkan kasih sayang
16.  Dapat menahan sakit dan frustasi bila di perlukan
17.  Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan
18.  Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan
19.  Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya
20.  Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuan nya

II. PERANAN KELOMPOK  DAN PERMAINAN
            Kelompok atau geng memegang peran penging dalam perkembangan sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah semakin menjadi lebih luas, dari yang semula terbatas di lingkungan keluarga dan sekitar rumah dengan lingkungan sosial di sekolah.

            Pengaruh kelompok terhadap anak:
·         Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kelompoknya.
·         Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai “kata hati” yang otoriter.
·         Mempelajari sikap sosial yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
·         Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.

            Permainan  atau  bermain  merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar apalagi kewajiban.
            Melalui kegiatan bermain, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu. Permainan setidaknya memiliki empat manfaat:
1)      Latihan fungsi, guna melatih motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan dengan bola besar. Melaui permainan puzzle, anak selain berlatih motorik halus, juga berlatih fungsi kognitif menghubungkan potongan gambar dengan benar.
2)      Sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama dengan teman lain, dan saling pijam-meminjam alat permainan.
3)      Mengukur kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan seperti perlombaan lari cepat, dan permainan olahraga.
4)      Menempa emosi/sikap melaui kegiatan untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap positif.



            Mengingat pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau orang dewasa lainnya, yaitu:
·         Sebaiknya tidak mengganggu anak yang sedang asik bermain.
·         Memberi kesempatan dan ruang barmain yang cukup kepada anak.
·         Memilihkan alat permainan yang memungkinkan anak menjadi kreatif.
·         Mendampingi dan membimbing anak ketika bermain.
·         Menjaga keseimbangan aktivitas bermain dengan istirahat, makan, dan belajar.

III. PENYESUAIAN SOSIAL
            Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990).
            Kriteria penyesuaian sosial yang baik, yaitu:
·         Tampilan nyata, di mana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
·         Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, di mana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri,  tetapi juga dengan kelompok lain.
·         Sikap sosial, di mana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
·         Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota kelompok.
·         Untuk memenuhi kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak yang mencari teman imajinasi/khayalan sebagai teman pengganti, memelihara hewan piaraan, dan secara negatif  dengan membeli penerimaan sosial.



IV. BENTUK-BENTUK PENYESUAIAN SOSIAL
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.       Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2.       Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.       Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.       Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.       Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.       Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.       Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.       Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9.       Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. 


VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
      Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.      Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.

5.      Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak  hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.














BAB III
KESIMPULAN
            Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan peilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalamam sosial awal cenderung menetap. Mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan baik atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan memudahkan atau menyulitkan perkembangan sosial anak selanjutnya.sikap sosial yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat permainannya. 
   
     Pengalaman sosial awal juga mempengeruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cendrung lebih aktif dalam kegiata kelompok sosial. Perkembangan sosial sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain agar dapat bertahan hidup. Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode anak akhir, mereka mulai membentuk kelompok bermain yang dapat berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak mengenai peran kelompok dan permainan.






DAFTAR PUSTAKA
Semiawan, Conny R. 2009. Penerapan Pembelajaaran Pada anak. Jakarta : PT.Indeks.
Nugraha, Ali dan Rachmawati Yeni. 2004. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta : Universitas Terbuka.
Kurnia, Ingridwati. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar